Fakta Unik Pernikahan Adat Jawa

05-resepsi-jakarta-07.jpg

sumber : seputar pernikahan

Foto : Info Kebaya Modern

Pernikahan di Indonesia merupakan sesuatu yang sakral dan biasanya dirayakan dengan spesial.

Budaya Indonesia yang beragam juga turut mempengaruhi penyelanggaraan pernikahan. Nah, di Indonesia, ada beberapa adat penikahan yang unik yang sulit ditemui di tempat lain.

FAKTA UNIK PERNIKAHAN ADAT JAWA

  1. Prosesi pernikahan yang panjang

Bila di luar negeri proses penikahan cenderung sederhana dan selesai dalam waktu sehari, di Indonesia banyak adat suku yang mensyaratkan proses yang panjang dan bertahap.

Tradisi pernikahan adat Yogya misalnya, ada proses seserahan yang disebut Jodang dan Peningsetan.

Lalu setelah itu, dilanjutkan dengan upacara Tarub dengan memasang hiasan janur kuning, Siraman bagi mempelai wanita, dan Midodareni adalah proses akhirnya.

Lalu ada juga prosesi pernikahan ala Betawi yang juga bertahap. Prosesinya dimulai dengan Lamaran, Pingitan, dan Siraman.

Ada juga prosesi Potong Cantung atau Mengerik Bulu Kaling dengan memakai uang logam yang diapit kemudian digunting. Mempelai wanita pun melalui proses Malam Pacar.

Prosesi pernikahan adat di Indonesia lebih banyak tahapnya dan lebih kompleks. Itu disebabkan karena pernikahan merupakan proses yang sakral di Indonesia, dan diharapkan hanya terjadi sekali seumur hidup, oleh karena itu proses pernikahan cenderung dikaitkan dengan mitos, kepercayaan, adat, dan keberuntungan diatas hal lainnya.

  1. Syarat menanam pohon di kromojati

Pernah datang ke Gunung Kidul, Yogyakarta? Kalau pernah kesana pasti kamu tahu kalau daerah Gunung Kidul itu kering dan gersang.

Menanggapi keadaan ini, masyarakatnya punya cara yang unik agak pernikahan juga mempunyai manfaat bagi lingkungan sekitar.

Caranya adalah dengan menjadikan bibit pohon jati sebagai salah satu syarat pernikahan. Unik kan?

Adat pernikahan ini dilakukan di desa Bohol, Rongkop, Gunung Kidul dan disebut sebagai tradisi nikah Kromojati.

Setiap warga desa Bohol yang akan menikah disyaratkan untuk menanam bibit pohon jati minimal 5 bibit di lahan-lahan kritis yang tersebar di dukuh Wuru dan Gamping. Aturan ini mulai diterapkan semenjak 2007.

  1. “Menculik” pengantin wanita untuk dinikahi

Istilah kawin lari sudah dikenal masyarakat kita dari dulu, yaitu ketika pasangan yang mau menikah oleh karena sebab-sebab tertentu kabur melarikan diri dari orang tuanya masing-masing untuk melaksanakan pernikahan.

Namun, tahukah kamu kalau di Indonesia ada beberapa adat pernikahan yang justru menjadikan peristiwa kawin seperti ini sebagai bagian dari prosesinya?

Adat ini dikenal di dua suku di Indonesia, yaitu adat Kawin Colong Suku Osing, Banyuwangi dan Kawin Culik Suku Sasak Lombok.

Keduanya mempunyai persamaan tradisi, yaitu mempelai perempuan “diculik” atau dicolong dari rumah orang tua ke rumah laki-laki tanpa sepengetahuan orang tua.

Dalam adat Suku Sasak, apabila proses penculikan/merarik ini sampai ketahuan, maka sang laki-laki akan dikenai denda. Unik banget kan?

  1. Perhitungan mahar

Buat beberapa suku budaya di Indonesia, mahar dalam pernikahan wajib ada dan indikator penilaiannya bisa berbeda-beda untuk setiap adat suku.

Contohnya adalah Padang yang menyebut uang mahar dengan sebutan uang Japuik. Alat ukur untuk Japuik adalah ameh.

Satu ameh seharga dengan 2,5 gram emas. Harganya bisa berbeda-beda tergantung dari strata sosial dan pendidikan pasangan.

Orang yang berbeda suku juga biasanya harus membeli marga terlebih dahulu dan harganya disesuaikan oleh kesepakatan bersama keluarga.

Bukan cuma Batak, perhitungan mahar yang disesuaikan dengan strata sosial dan pendidikan seseorang ini juga ada di Suku Bugis dan Suku Sasak Lombok.

Sama seperti adat suku Batak, biaya yang cukup mahal akan dikenakan apabila pria bukanlah asli dari kedua suku tersebut. Rata-rata bisa mencapai 50- 200 juta rupiah untuk perhitungan maharnya.

  1. Budaya “pingitan” ala Jawa

Di dalam adat pernikahan Solo, Yogyakarta dan beberapa bagian Jawa lainnya adat pingitan masih dilakukan kepada mempelai perempuan.

Mempelai perempuan dilarang untuk bertemu calon pengantin laki-laki selama 1 bulan untuk jangka waktu yang paling lama, hal itu dilakukan untuk menjaga kesucian dari masing-masing kedua calon mempelai pengantin.

Pingitan tidak diisi kegiatan berdiam diri saja akan tetapi dari pihak masing-masing calon pengantin dianjurkan berdoa dan memohon kepada Tuhan agar pernikahan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan berjalan dengan lancar.

Diharapkan dengan kegiatan ini, maka calon pengantin perempuan dapat mempersiapkan dirinya secara mental untuk memasuki jenjang pernikahan dan memikirkan tanggung jawab yang akan ia emban setelah menikah nanti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

scroll to top